Pengertian, Macam dan Manfaat Khiyar
Trendilmu.com – Halo bertemu lagi dengan
trendilmu.com salah satu situs penyedia informasi terbaik yang sangat layak
dibaca. Pada kesempatan kali ini kita membahas artikel yang berjudul Pengertian
dan Macam-Macam Khiyar Mari kita simak penjelasan lengkap dibawah ini.
Pengertian Khiyar
Akad yang sempurna haruslah terhindar dari
khiyar, yang memungkinkan aqid (orang yang akad) membatalkannya. Pengertian
Khiyar menurut ualama fiqih adalah suatu keadaan yang menyebabkan aqid memiliki
hak untuk memutuskan akadnya, yakni menjadikan atau membatalkan jika khiyar
tersebut berupa khiyar syarat, 'aib atau ru'yah, atau hendaklah memilih di
antara dua barang jika khiyar ta'yin.
Jumlah khiyar sangan banyak. Menurut ulama
Hanafiyah, jumlahnya ada 17. Sedangkan menurut ulam Malikiyah, membagi khiyar
menjadi dua bagian, yaitu khiyar al-taammul (melihat, meneliti) adalah khiyar
secara mutlak dan khiyar naqish (kurang), yakni apabila terdapat kekurangan
atau 'aib pada barang yang dijual (khiyar al_hukmy). Ulama Malikiyah
berpendapat bahwa khiyar majlis itu batal .
Macam-macam Khiyar
Terdapat beberapa pendapat ulama mengenai
macam-macam kkhiyar itu sendiri sesuai dengan perspektif masing-masing dalam
mengklasifikasikan jenis-jenis khiyar,di antara pendapat tersebut sebagi
berikut :
Ulama Malikiyah membagi khiyar kepada :
1. Khiyar
al-taammul(melihat,meneliti) :Khiyar mutlak
2. Khiyar
naqish (kurang) :apabila terjadi kekuranggan atau aib pada barang yang di jual.
Ulama syafi’iyah membagi khiyar kepada :
1. Khiyar
at-tasyahi : khiyar yang menyebabkan pembeli memperlama transaksi sesuai
seleranya terhapad barang, baik dalam majlis maupun syarat.
2. Khiyar
naqisah : khiyar yang disebabkan adanya perbedaan dalam lafadz atau adanya kesalahan
dalam perbuatan atau adanya pengantian.
Adapun khiyar yag didasarkan kepada hukum
syara’ menurut ulama syafi’iyah ada 16 ( enam belas) dan menurut ulama
hanafiyah ada 8(delapan), namun yang dibahas disini adalah khiyar yang yang
paling masyhur (yang paling dikenal ),di antaranya sebagai berikut :
1. Khiyar majelis
Secara bahasa majelis berarti tempat duduk,
bila dikaitkan dengan khiyar maka memilki arti
hak untuk meneruskan atau membatalkan jual beli selama penjual dan
pembeli belum berpisah atau keduanya masih bersama-sama ditempat tersebut.
Dalam transaksi jual beli tidak bisa serta
merta pelaku transaksi membatalkan jual beli,atau mengunakan hak khiyanya
dengan sekehendak hati,sehingga merugikan atau menyakiti salah satu pihak,agar
tidak terjadi kedzaliman dalam pengunaan khiyar maka islam pun juga mengatur
bagaimana cara mengugurkan khiyar mejelis dengan baik yaitu seperti yang
disebutkan dalam hadist ibnu umar r.a :“Dan bila salah satu dari keduanya
menawarkan pilihan,kemudian mereka berjual beli dengan asas pilihan yang
ditawarkan tersebut maka selesaikanlah akad jula beli tersebut.”
Berdasarkan potongan hadist diatas
masing-masing dari keduanya diperbolehkan menawarkan kepada kawannya agar hak
ini digugurkan sehingga penjualan tersebut telah selesai,walaupun masih
bersama-sama dalam satu tempat. Dan juga berdasarkan hadist yang telah tertera
pada bahasan yang telah lalu,walaupun batasan berlakunya hak khiyar adalah
berpisah namun tidak dibenarkan bagi keduanya untuk dengan sengaja terburu-buru
memisahkan dirinya dari lawan transaksinya dengan tujuan mengugurkan hak ini.
Akan tetapai berlaku sewajarnya (sesuai dengan kaidah-kaidah norma kesopanan).
Menurut para ulama hal pilih khiyar ini tidak hanya berlaku pada jual beli,
melainkan berlaku pada transaksi lain yang serupa yaitu sewa-menyewa,valas,akad
salam,karena semua merupakan akad yang bersifat mengikat.Sedangkan pada akad
yang tidak bersifat berlaku ketentuan lain seperti akad
mudharabah,perwakilan,serikat dagang dan lain-lain.
Cara mengugurkan Khiyar tersebut ada tiga :
•Penguguran Jelas (Sharih)
Penguguran sharih ialah penguguran oleh orang
yang berkhiyar, seperti menyatakan,”Saya batalkan khiyar dan saya rida.”Dengan
demikian,akad menjadi lazim (sahih).Sebaliknya akad gugur dengan pernyataan,”Saya
batalkan atau saya gugurkan akad.”
•Pengguguran Dengan Dilalah
Pengguguran dengan Dilalah adalah adanya
tasharuf (beraktifitas dengan barang tersebut ) dari perilaku khiyar yang
menunjukkan bahwa jual-beli jadi dilakukan,seperti pembeli menghibahkan barang
tersebut kepada orang lain,atau sebaliknnya, pembeli mengembalikan kepemilikan
kepada penjual.
•Pengguran Khiyar Dengan dengan Kemadharatan
Pengguran Khiyar dengan kemadharatan ini
disebabkan oleh beberapa hal,antara lain sebagai berikut :
a. Habis Waktu
Khiyar menjadi gugur setelah habis waktu yang
tealah ditetapkan walaupun tidak ada pembatalan dari yangberkhiyar.Dengan
demikian akad menjadi lazim. Hal ini
sesuai dengtan pendapat ulama Syafi’iyah dan Hanbaliyah.
Menurut ulama Malikiyah,akad tidak lazim
dengan berakirnya waktu,tetapi harus ada ketetapan dari yang berkhiyar sebab
khiyar bukan kewajiban.Oleh karene itu,akad tidak gugur karna berkirnya
waktu,contohnya,janji seorang tuan terhadap budak untuk dimerdekakan pada waktu
tertentu.Budak tersebut tidak merdeaka karena berkhirnya waktu.
b. Kematian Orang yang Memberikan Syarat
Jika orang yang memberikan syarat meninggal
dunia, maka khiyar menjadi gugur, baik yang meninggal itu sebagai pembeli
maupun penjual, lalu akad pun menjadi lazim,sebab tidak mungkin
menbatalkannya.Namun tetang kewarisan syarat para ulama berbeda pendapat ,
antara lain :
1. Menurut
ulama Hanafiyah, khiyar syarat tidak dapat diwariskan, tetapi gugur dengan
meninggalnya orang yang memberikan syarat.
2. Ulama
hanbaliyah berpendapat bahwa bahwa khiyar menjadi batal dengan meninggalnya
orang yang memberikan syarat, kecuali jika ia mengamanatkan untuk
membatalkannya,dalam hal ini,khiyar menjadi kewajiban ahli waris.
3. Ulama
syafi’iyah dan malikiyah berpendapat bahwa khiyar menjadi haknya ahli
waris,dengan demikian,tidak gugur dengan meninggalnya orang yang memberikan
syarat.
c. Adanya hal-hal yang semakna dengan mati
Khiyar gugur dengan adanya hal-hal yang serupa
dengan mati, seperti gila, mabuk, dan lain-lain. Dengan demikian,jika akal
seseorang hilang karena gila, mabuk, tidur, akadnya menjadi lazim.
d. Barang rusak ketika masa khiyar
Tentang rusaknya barang ketika khiyar terdapat
beberapa masalah,apakah rusaknya setelah diserahkan kepada pembeli atau masih
dipegang penjual dan lain-lain,sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini :
Jika barang masih ditangan pembeli batallah
jual-beli dan khiyar pun gugur.
Jika barang sudah pada tangan pembeli,jual
beli batalnjika khiyar berasal dari penjual,tetapi pembeli harus menggantinya.
Jika barang suadah ada ditangan pembeli dan
khiyar dati pembeli,jual-beli menjadi lazim dan khiyar pun gugur.
e. Adanya cacat pada barang
Dalam masalah ini terdapat beberapa penjelasan
:
Jika khiyar berasal dari penjual, dan cacat
terjadi dengan sendirinya, khiyar gugur dan jual-beli batal. Akan tetapi, jika
cacat karena perbuatan pembeli atau orang lain, khiyar tidak gugur dan pembeli
berhak khiyar dan bertanggung jawab atas kerusakannya.Begitu juga dengan orang
lain.
Jika khiyar berasal dari pembeli dan ada
cacat, khiyar gugur, tetapi jual-beli tidak gugur, sebab barang menjadi
tanggung jawab pembeli.
2. Khiyar Syarat
Pengertian khiyar syarat menurut ulama fiqih
adalah :“suatu keadaan yang membolehkan salah seorang yang melakukan akad atau
masing-masing akid atau selain kedua pihak yang akad memiliki hak pembatalan
atau penetapan akad selama waktu yang ditentukan.”
Misalnya seorang pembeli berkata,” Saya beli
dari kamu barang ini ,dengan catatan saya ber-khiyar (mempertimbangkan) selama
sehari atau tigahari.”
Di syariatkannya khiyar syarat ini berdasarkan
hadist nabi yang telah tersebut di atas yaitu :“Dan bila salah satu dari
keduanya menawarkan pilihan.kemudian mereka berjual beli dengan asas pilihan
yang ditawarkan tersebut maka selesailah akad jual beli tersebut.”
Sebagian ulama menafsirkan hadis tini : Bahwa
bila salah satu dari keduanya memberikan tawaran berupa pilhan kepada lawan
transaksinya untuk memperpanjang masa berlakunya hak pilihi ni,kemudian mereka
menyetujuinya,maka akad jual beli selesai,sesuai dengan tawaran tersebut dan
penafsiran ini selaras dengan prinsip suka sama suka,sebab prinsip ini
dikembalikan seutuhnya kepada kedua belah pihak yang bertransaksi.
Jumhurul ulama sepakat (ijma’) bahwa boleh
bagi orang yang berjual-beli melakukan transaksi semacam ini.
Dalam menentukan batas maksimal khiyar syarat
para ulama berselisih pendapat sesuai dengan metode ijtihad masing-masing yaitu
:
a. Madzhab hambali : masing-masing penjual dan
pembeli berhak menetapkan persyaratan sesuka mereka, tanpa ada batas
waktu.mereka beralasan bahwa hak mengadakan persyaratan adalah hak mereka
berdua,sehingga bila keduanya rela mengadakan syarat hak untuk membatalkan
dalam waktu lama, maka itu terserah kepada mereka berdua karena tidak ada dalil
yang membatasinya.
b. Madzhab Hanafi dan Asy-Syafi’i : Lama hak
yang dipersyaratkan tidak boleh lebih dari tiga hari,mereka mengambil dalil
dari perkataan umar bin khattab berikut : Umar bin Khattab berkata,”Aku tidak
mendapatkan dalil yang menetapkan adanya persyaratan yang lebih lama disbanding
yang ditetapkan oleh Rosulullah SAW untuk Habbban bin Munqiz,beliau menetapkan
untuknya hak pilih selama tiga hari,bila ia suka ia meneruskan pembeliannya,dan
bila tidak suka,maka ia membatalkannya,” (HR.Ad-Daruquthni dan Ath-Thabrani,dan
dilemahkan oleh Hafidz ibnu Hajar)
c. Madzhab Maliki yang dikuatkan oleh Syaikhul
Islam ibnu Taimiyah : Lama hak pilih yang di syaratkan boleh lebih dari tiga
hari sesuai dengan kebutuhan dan barang yang diperjual belikan, mereka
beralasan bahwa hak semacam ini demi kemaslahatan masing-masing pihak yakni
kemslahatan yang berkaitan dengan barang yang mereka perjual-belikan,sehingga
harus disesuaikan dengan keadaan barang tersebut.
Dari sekian pendapat yang ada yang terkuat adalah
yang ketiga, sebab beragamnya barang yang diperjual-belikan,ada barang yang
tahan lama dan ada pula yang bersifat sementara.
3. Khiyar Aib/Cacat
Khiyar aib adalah khiyar yang disyariatkan
karena tidak terwujudnya kriteria yang diinginkan pada barang baik diinginkan
menurut kebiasaan masyarakat atau karena ada persyaratan atau karena ada
praktek pengelabuhan. Dan yang dimaksud dengan kriteria yang diinginkan menurut
kebiasaan masyarakat ialah tidak adanya cacat pada barang tersebut.”
Dasar hukumnya adalah :“Dari Abdul Majid bin
Wahab ia mengisahkan, Al-Addaa’ bin Kholid bin Hauzah berkata kepadaku :
sudikah engkau aku bacakan kepadamu surat yang dituliskan Rasululloh untukku?,
aku pun menjawab : tentu, kemudian ia mengeluarkan secarik surat, dan ternyata
isinya : “ inilah pembelian Al-Adaa’ bin Kholid bin Hauzah dari Muhammad
Rasululloh, Al-Adaa’ membelinya dari nabi seorang budak laki=laki atau budak
perempuan yang tidak ada penyakitnya, perangai
yang buruk, tidak ada pengelabuhan, sebagaimana penjualan orang muslim
kepada orang muslim lainnya.”(HR. At-Turmudzi, Ibnu Majah, Ath-Thabrani,
Al-baihaqy, dan dihasankan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Ashqolani dan
Al-Albani)
Dan juga hadits Rasululloh yang berbunyi
:“Dari Aisyah R.A. : Bahwa ada seorang lelaki yang membeli seorang budak,
kemudian ia memperkerjakannya, lalu ia mendapatkan pada budak tersebut suatu
cacat, sehingga ia mengembalikannya (kepadda penjual). Maka penjual mengadu
kepada Rasululloh dan berkata : Wahai Rasululloh, sesungguhnya ia telah
memperkerjakan buidakku? Maka beliu bersabda : “Keuntungan itu addalah
tanggungjawab atas jaminan,”(HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Al-Hakim,
Al-Baihaqy dan dihasankan oleh Al-Albani)
Sebagian ulama mengungkapkan definisi aib atau
cacat yang dimaksud adalah: “ Setiap hal yang menyebabkan berkurangnya harga
suatu barang.
Dari definisi dan juga penjelasan sebelumnya
dapat dipahami bahwa cacatt yang dapat
menjadi alasa untuk membatalkan penjualan adalah cacat yang terjadi pada barang
sebelum terjadinya akad penjualan, atau disaat sedang akad penjualan
berlangsung atau sebelum barang
diserah-terimakan kepada pembeli.
Menurut ulama Hanafiyah cara pembatalan cukup
dengan lisan dengan syarat diketahui oleh pemilik barang, baik pemilik barang rido ataupun tidak.
Sebaliknya, jika pembatalan tidak diketahui oleh penjual, baik khiyarnya
berasal dari penjual ataupun pembeli, pembatalan ditangguhkan sampai diketahui
penjual. apabila habis waktu khiyar dan penjual tidak mengetahuinya, akad
menjadi lazim. Ulama Malikiyah, Hanbaliyah, Syafi’iyah berpendapat bahwa
apabila khiyar bersal dari pembeli,pembatalan dipandang sah walaupun tidak
diketahui penjual.hal ini karena adanya khiyar menunjukkan bahwa penjual rela
apabila pembeli membatalkan kapan saja pembeli membatalkannya.
Hukum akad pada masa khiyar, yaitu:
1. Ulama
Hanafiyah berpendapat bahwa tidak terjadi akad pada jual-beli yang mengandung
khiyar, tetapi ditunggu sampai gugurnya khiyar.
2. Ulama
Malikiyah dalam riwayat Ahmad, Barang yang ada pada masa khiyar masih milik
penjual, sampai gugurnya khiyar,sedangkan pembeli belum memiliki hak sempurna
terhadap barang.
3. Ulama
Syafi’iyah berpendapat,jika khiyar syarat berasal dari pembeli,barang menjadi
milik pembeli.Sebaliknya jika khiyar syarat menjadi milik penjual,barang
menjadi milik penjual.Jika khiyar berasal dari keduanya,ditunggu sampai jelas
(gugurnya khiyar).
4. Ulama
Hanbaliyah,dari siapapun khiyar berasal,barang tersebut menjadi milik
pembeli.Jual-beli dengan khiyar,sama seperti jual beli lainnya,yakni menjadikan
pembeli sebagai pemilik barang yang tadinya milik penjual. Mereka
mendasarkannya pada hadist Nabi SAW.dari ibnu Umar;
’’Barang siapa yang menjual hamba yang memilki
harta maka harta tersebut milik penjual,kecuali bila pembeli mensyaratkannya.”
Dari hadist tersebut,Rosulullah SAW.menetapkan
bahwa harta menjadi milik pembeli dengan adanya syarat.
Khiyar
Manfaat Khiyar
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak
terlepas dari kegiatan jual beli, karena jual beli sudah merupakan kebutuhan
kita yang tidak dapat kita tinggalkan. Oleh karena itu, Islam mengajarkan agar
kegiatan jual beli mendapatkan ridla Allah Swt dan membawa kemashlahatan,
diperlukan khiyar atau memilih satu diantara dua. Karena dengan memilih akan
membawa manfaat bagi kita, antara lain:
1. Kedua
belah pihak tidak saling dirugikan
2. Menghindari
salah pilih, sehingga tidak menyesal di kemudian hari.
3. Menghindari
perselisihan dan permusuhan sesama kita
4. Menghindari
kecurangan dan kebohongan jual beli
5. Agar
kedua belah pihak berlapang dada (ridha sama ridha)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar